BABAHAN HAWA SANGA
MELATIH ELING LAN WASPADA
Manusia pada dasarnya dituntut 2 pilihan dalam proses pencapaian rohani :
- memilih jalan luhur
- memilih jalan pintas
(pilihan tersebut harus dipilih dengna ketegaran dan kewaspadaan akan peranan jin dalam menghasut manusia).
Babahan hawa sanga mengajarkan manusia kejawen untuk memilih jalan luhur dan selalu waspada dengan jalan pintas yang ditawarkan jin. Jin sangat lihai dalam mengelabuhi bahkan terkadang menggunakan bujukan kasih sayang. Namun pada akhirnya terjadi sengsara. Perlu diketahui, jika kewaspadaan lengah dan manusia terhasut maka kegiatan rohani babahan hawa sanga mengarah pada pelampiasan hawa nafsu duniawi, seperti ingin sakti mandraguna agar dapat kepercayaan dan diakui oleh sesama.
Tawaran menggiurkan jin ketika mempengaruhi 9 lubang hawa nafsu manusia tidak hanya sebuah tawaran, tetapi kenyataan akan terjadi. Jika jin menawarkan sakti, kita akan sakti. Sebagai contoh : praktek-praktek spiritual yang telah banyak berkembang di masa leluhur dan saat ini. Untuk mendapatkan “ilmu kebal lembu sekilan”, dimana ilmu yang menawarkan kekebalan tubuh tanpa ada barang tajam atau tumpul yang mengenai tubuh, tapi berjarak 1 jengkal jari-jari tangan. Ilmu kebal lembu sekilan dilatih dari pembukaan pintu gerbang ruh, mulut, 2 hidung dan 1 dubur. Kemudian setelah terbuka akan berjumpa dengan penghuni 4 lubang hawa nafsu tersebut. Terwujudlah komunikasi antara makhluk penghuni 4 lubang hawa (2 hidung, 1 mulut dan 1 dubur) kita akan ditawari keberhasilan atas keinginan kita, lalu setelah mengucapkan keinginan, penghuni 4 lubang tersebut memberikan ilmu kanuragan tersebut. Sekilas melihat pelatihan rohani tersebut adalah sepele namun memiliki kandungan hawa nafsu kekerasan yang luar biasa dan sulit untuk mengendalikannya. Keinginannya hanya penyelesaian masalah dengan kekerasan.
Cobaan tersebut memang sering dialami oleh manusia kejawen, namun perlu diketahui babahan hawa sanga memminta manusia kejawen untuk mewaspadai hasutan tersebut dan selalu ingat pada Sang Pencipta. Belum lagi jika sudah ditemui oleh penghuni 999 makhluk di organ kita. Kita akan bisa melakukan apa saja yang kita mau, seperti menghilang kemudian muncul kembali, pergi dengan jarak 60 km hanya dengan 5 menit bahkan hanya dengan 1 kedipan mata, bisa terbang di atas angin atau merubah daun menjadi emas atau uang dan lain-lain. Namun hal itu maya, walaupun nyata terjadi. Pilihan tersebut bukanlah abadi. Disitulah letak bujukan jin atas 999 penghuni organ kita. 999 organ apabila mampu dibuka, kita akan seperti nenek moyang yang memiliki ajian bala sewu atau sukma sewu. Jika diterapkan, kita memiliki 999 wajah yang serupa dengan kita. Namun, nenek moyang kita hanya digunakan saat berperang melawan musuh atau dalam kondisi terancam bahaya.
Babahan hawa sanga adalah warisan leluhur. Saat ini banyak cerita mitos tentang nenek moyang kita yang saktinya luar biasa. Hal itu bukanlah cerita mitos semata, karena sampai sekarang pengalaman tersebut masih ada yang memiliki di pinggiran kota. Ketika ayah saya masih hidup, saya pernah melihat ayah membunyikan jari kelingking di depan pohon randu alas di wilayah Muntilan, Kecamatan Gantiwarno, Klaten, Jawa Tengah. Setelah membunyikan jari kelingking, pohon randu alas tersebut menikukkan ujungnya sampai di permukaan tanah. Apakah hal itu sama halnya yang dilakukan Ki Ageng Giring ketika mengambil buah kelapa (menurut cerita mitos –red-).
Boleh-boleh saja mengatakan itu imajinasi atau berkhayal karena hal itu adalah hak prinsip pribadi masing-masing. Terserah bagi yang menilai, itu pendapat penilaian yang artinya persepsi, hakiki adanya. Namun, alangkah baiknya jika dicoba dulu misteri babahan hawa sanga ini, pasti akan mengalami. Kalau sudah mengalami pasti akan berbicara beda.
Kembali kepada pengetahuan babahan hawa sanga. Di dalam pengetahuan ini, bertujuan untuk mencari sangkan paraning dumadi atau mencari jalan terang Sang Pencipta, ketika esok kita kembali kepada-Nya. Pengetahuan ini tidak mengajak umat manusia untuk melatih kesaktian tetapi beribadah kepada Sang Pencipta sesuai perkembangan masa, waktu manusia atau masa waktu beribadah lahir. Kemudian beribadah batin (jiwa pikiran) dan kemudian beribadah ruh.
Babahan hawa sanga mengajak melatih kesetiaan tubuh jasmani, dengan cara membangun keteguhan, ketekunan dan kepastian terhadap Sang Pencipta. Tubuh jasmani dipersujud sembahkan kepada Sang Pencipta dengan mengikuti aturan-aturan kegiatan rohani seperti samadi. Tubuh memiliki kandungan hawa nafsu negatif, oleh karena itu harus disucikan dengan kegiatan devasi (penderitaan). Ibadah milah masih bersifat individu atau pribadi atau belum untuk sesama.
Sedangkan jiwa pikiran diteguhkan keyakinannya agar selalu tunduk, sujud dan hormat kepada Sang Pencipta. Kesetiaan dan kepasrahan dibina, kemudian direalisasikan di lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial. Realisasi tersebut bermaksud untuk menguji kesetiaan yang penuh ikhlas dan rela pasrah. Salah satu cara yang diuji adalah melakukan pelayanan penyembuhan bagi yang membutuhkan. Jika sudah memiliki energi prana yang besar dan lebih, kenapa tidak disumbangkan bagi yang membutuhkan. Itulah dasar-dasar menguji kesetiaan jiwa pikiran kita terhadap Sang Pencipta. Kita akan mengeluh tidak ataukah kalau sudah mampu menyembuhkan apakah kita akan menyumbangkan diri atau angkuh? Jelasnya, keteguhan jiwa pikiran ini terhadap Sang Pencipta sebagai perwujudan titah Sang Pencipta atas hubungan horisontal, yaitu hubungan baik dengan sesama manusia dan sesama makhluk semesta. Ibadah ini disebut tarekat.
Di dalam melatih kesetiaan pribadi ruh dengan Sang Pencipta diperlukan ibadah ruh. Persujudan menyembah kepada Sang Pencipta dilakukan secara tulus iklas dan rela pasrah dilakukan oleh pribadi ruh. Bukan lagi melalui lahir atau jiwa pikiran saja, tetapi pribadi ruh saatnya memimpin tubuh jasmani dan jiwa pikiran beserta kelengkapannya (rasa, kalbu, naluri, budi dan atman). Persujudan ini adalh wujud hubungan vertikal hubungan antara ruh pribadi manusia dengan Sang Pencipta. Untuk mencapai tahapan interaksi Sang Pencipta, ruh pribadi harus melakukan pekerjaan alam astral yaitu ikut berkewajiban menyeimbangkan, menselaraskan dan mengharmoniskan makhluk penghuni alam astral. Dari pengalaman vertikal, akan mendapatkan nilai-nilai luhur bagaimana harus mengembangkan masalah tanggung dunia, dalam hubungan pengetahuan ini adalah mengentaskan hambatan di dalam penyembuhan bagi yang membutuhkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar