Senin, 16 Juni 2008

Mahesa lawung KEBO BULE

Semut ireng anak-anak sapi/
Kebo bongkang nyabrang kali bengawan/
Keong kondhang jarak sungute/
Timun wuku ron wolu/
Surabaya geger kepati/
Gegering wong nguyakmacan/
Cinandak wadahi bumbung/
Alun-alun Kartasuro/
Gajah meto cinancang wit sidoguri/
Mati cineker pitik trondol.

Di dalam konteks Ruwatan, cerita satriya sela gumuling dikisahkan tentang kebo mahesa lawung yang setelah dibunuh raden seta kembali ke wujud semula sebagai Dewa Sambu. cerita ruwatan memuat juga cerita tentang kalagumarang yang setelah diruwat berubah menjadi Dewa Brahma. Semua nama yang dicetak miring itu mempunyai arti kerbau atau kebo.(kalau dihutan disebut banteng)

Dalam tradisi Ruwatan dan acara tedak siten, kita kenal juga penyembelihan kambing kendit, dengan menyebelih hewan ini ada kepercayaaan untuk menyelamatkan jiwa yang terperangkap di dalam raga kambing kendit tersebut.
Mahesa lawung di dalam tradisi jawa sebenarnya bukan sekedar hanya diambil oleh dagingnya saja tapi lebih dari itu ada pemaknaan dan laku tirakat serta ruwatan. Atau dapat disebut meruwat dewa yang salah tempat yang menyebabkan segala bencana. baik itu dibidang pertanian bahkan sampai kehidupan negara dan kerajaaan. hal ini ditandai dengan penanaman/larung kepala kerbau.

Tradisi mahesa lawung ini mulai tertera dalam layar sejarah jawa pada jaman dinasti Syailendra-Sanjaya yang tampak dalam arca Durgamahesasuramandini. Kerbau di konteks Syailendra-Sanjaya tidaklah disembelih tapi yang dibunuh oleh durga adalah setan yaksa yang muncul dari mulut mahesa, karena syetan itu telah merasuki Mahesa sehingga menjadi gila. Cerita ini mengingatkan saya cerita tentang Jaka Tingkir yang akan menunjukkan bekti ke keraton Demak waktu itu. Jaka Tingkir memasukkan tanah ke telinga seekor kerbau yang akhirnya mengamuk di kota demak. Kerbau ini akhirnya mati pecah kepalanya dipukul oleh Jaka Tingkir. Singkat cerita beliau segera diangkat menjadi tamtama di Demak. Ada tokoh lain yang karirnya diawali dengan pembunuhan terhadap kerbau, yaitu Ki Gedhe Pemanahan.Tradisi mahesa lawung sekarang ini, hampir mengikuti tradisi tersebut, dibunuh dengan cara disembelih. Sebagai sajian rajasuya.

Dalam sejarah kita mengenal banyak sekali tokoh dengan nama Kerbau seperti, Kebo Anabrang, Kebi Iwa, Kebo Kenanga, Kebo Kanigara, mahesa wongateleng. Semua tokoh itu, mereka adalah para senapati pilih tanding yang telah dan selalu membentengi Singasari dan Majapahit, merajai darat dan lautan di masanya.

Kebo dalam alam pikir kejawaan mempunyai makna yang dalam bukan sekedar uborampe sebuah ritual. Sejarahe wong Kanung mengungkap, Leluhur kita pada awalnya sangat tertarik dengan prilaku kerbau betina yang begitu gemati (Cinta dengan nyawa sebagai taruhan), ngerti (mengerti), dan wigati (penuh perhatian) terhadap gudel-gudelnya dari ancaman binatang liar pemangsa. Sedangkan kerbau jantan berjalan berkeliling melingkari kerbau betina dan gudelnya. Sejak saat leluhur sepakat untuk menamakan kaumnya atau uwongnya, wong jawa (kerbau jantan) dan tanahnya/buminya disebut tanah jawi (kerbau betina).

Sejak menancapnya akar kekuasaan VOC di tanah nusantara pada masa geger Kartasura, PB II terpaksa harus menjauh ke Ponorogo, dan kemudian diangkat kembali menjadi raja dengan konsekuensi harus mengakomodir semua kepentingan VOC. Sejak itulah kerbau bule bertahta di hati dan anganangan kita. kita menyia-nyiakan kerbau hitam yang berkeringat di sawah, begitu sabar atau saking bodohnya dan selalu tergeletak mati tersembelih dan kepalanya menjadi tumpuan pijakan jembatan atau bangunan. Orang-orang jawa sering memunculkan ungkapan "bodo leya-leyo koyo kebo" ( Bodoh nya seperti kerbau) kalau melihat seorang anak gobloknya setengah mati. Pujangga besar terakhir jawa telah menuliskan Jangka atau ramalan tentang jaman edan. Jaman edan tanda-tandanya adalah "kebo nusu gudel" banyak orang-orang tua meminta atau perlu nasihat dari orang-orang muda.

3 komentar:

Redpoint mengatakan...

tahu lagu mocopat yang musiknya mirip semut ireng cuma liriknya beda...
ampal demit/podhomoro peri/kecok setan dendenge kemamang.....
nah seterusny aku lupa...:p
lagu ini biasa dinyanyikan orang jawa dulu pada malam hari untuk menakut-nakuti setan ....

Daily Stuff mengatakan...

Eyang saya smp sekarang masih suka menyanyikan lagu ini kalo lagi "ngeloni" saya..mulai dari saya bayi sampe sekarang sudah 22 tahun masih selalu lagu ini..kalo dulu saya pasti nangis kalo di tembangi pake lagu ini..nadanya kan minor-minor gituu..rasanya sereeem..apalagi ada kebo bongkangnya, bayangan saya kebo bongkang itu sejenis monster sapi yang nginjek2 rumahnya si semut ireng..kan kasihan..hahaha..tapi lagu ini akan selalu menjadi lagu lulaby, lagu nina bobok saya dari eyang saya..lagu ini penuh kenangan..

rani

Firman mengatakan...

mas, punya lagu
semut ireng, anak-anak sapi..........
yang mp3 .....
kulo bade ngalarsaken......
kirim ke e-maul ku......firmanguns85@gmail.com